PENGARUH TERAPI TERTAWA TERHADAP PENURUNAN TINGKAT STRES PADA LANJUT USIA

Hasil dari pembangunan kesehatan di Indonesia adalah meningkatnya angka harapan hidup (life expectancy). Dilihat dari sisi ini pembangunan kesehatan di Indonesia telah meningkat secara bermakna. Namun, di sisi lain dengan meningkatnya angka harapan hidup ini membawa beban bagi masyarakat, karena populasi penduduk lanjut usia (lansia) meningkat (Nugroho, 2004). Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang kesejahteraan lanjut usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seorang yang telah mencapai usia 60 tahun keatas. Banyak orang takut memasuki usia lanjut, karena asumsi mereka lansia itu adalah tidak berguna, lemah, tidak punya semangat hidup, pelupa, tidak diperhatikan oleh keluarga atau masyarakat, menjadi beban bagi orang lain, dan sebagainya. Pada kenyataannya, lanjut usia mengalami berbagai perubahan, secara fisik maupun mental. Akan tetapi perubahan-perubahan tersebut dapat diantisipasi sehingga tidak datang lebih dini. Proses penuaan pada setiap orang berbeda-beda, tergantung pada sikap dan kemauan seseorang dalam mengendalikan atau menerima proses penuaan itu (Wirakusuma, 2008).

Kemunduran fisik dan psikologis pada lanjut usia dapat memberikan masalah pada lanjut usia tersebut dan orang disekitarnya. Walaupun demikian menua tidak dianggap suatu penyakit tetapi merupakan suatu proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh (Nugroho, 2004). Hal ini bisa menyebabkan lanjut usia menjadi stres. Stres adalah respon individu terhadap keadaan atau kejadian yang memicu stres (stressor), yang mengancam dan mengganggu seseorang untuk menanganinya.Sumber stres dibagi menjadi tiga yaitu stres yang bersumber dari diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan (Hidayat, 2004). Stres ini dapat diatasi dengan berbagai cara, salah satunya dengan terapi tertawa.

Terapi tertawa adalah suatu kegiatan yang akan melibatkan otot wajah dan organ dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, melibatkan dada, diafragma dan perut, gerakan tersebut akan memberikan stimulus pada otak untuk menekan sekresi ephineprin dan kortisol dan mendorong pelepasan hormone endorphin yang menyebabkan timbulnya perasaan tenang dan nyaman (Kataria, 2010). Berdasarkan studi pendahuluan di Panti Wreda Lamongan didapatkan 55 Lanjut Usia. Dan dipanti tersebut sudah pernah dilakukan terapi yaitu terapi okupasi dengan training keterampilan dan terapi tertawa, namun untuk terapi tertawa belum optimal karena tidak dijadikan sebagai rutinitas sehingga pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia sampai saat ini masih belum dapat dijelaskan.

Di Indonesia sendiri jumlah penduduk lansia meningkat setiap tahun nya, hal  ini sesuai dengan survey yang dilakukan oleh United States Bureau of Census 1993,  populasi  usia  lanjut  di  Indonesia  diproyeksikan  pada  tahun  1990  –  2023  akan  naik 414 %, suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan menempati  urutan keempat  jumlah  usia  lanjut  paling banyak  sesudah  Cina,  India, dan Amerika. Fenomena ini akan berdampak pada semakin tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan sosiokultural (Harry, 2012). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Nugraheni (2005) terapi tertawa dapat menurunkan tingkat depresi pada lanjut usia dengan rata-rata  gejala  depresi  sebelum  terapi  tertawa  adalah  28.27 dengan  standar deviasi 3.863 dan rata-rata gejala  depresi  sesudah  terapi  tertawa 24.50 dengan standar deviasi 3.901. Berdasarkan data dari Panti Wreda Lamongan jumlah lanjut usia per oktober 2014 adalah 55 orang. Di Panti Wreda Lamongan , didapatkan lanjut usia yang mengalami stres adalah 18 orang yaitu stres ringan 11 orang (61,1%), stres sedang 6 orang (33,3%), dan stres berat adalah 1 orang (5,6%).

Menurut Mubarok et al (2006) lanjut usia mengalami perubahan-perubahan yang menuntut dirinya untuk menyesuaikan diri secara terus-menerus. Apabila proses penyesuaian diri dengan lingkungan kurang berhasil maka timbulah berbagai masalah. Perubahan-perubahan yang terjadi pada lansia diantaranya perubahan kondisi fisik, perubahan kondisi mental, perubahan psikososial, perubahan kognitif dan perubahan spiritual.Perubahan-perubahan tersebut menurut Hawari (2007) secara langsung atau tidak langsung dapat merupakan penyebab lansia mengalami stres.Seseorang yang mengalami stres dapat dilihat dari perubahan-perubahan yang terjadi pada kondisi fisiknya. Keluhan yang sering dirasakan pada orang yang mengalami stres adalah pemarah, pemurung, cemas, sedih, pesimis, menangis atau suasana hati sering berubah-ubah, harga diri menurun atau merasa tidak aman, mudah tersinggung, mudah menyerah pada orang dan mempunyai sikap bermusuhan, mimpi buruk, serta mengalami gangguan konsentrasi dan daya ingat (Hawari, 2007). Bila tidak diatasi dengan tepat, permasalahan yang harus dihadapi oleh lanjut usia akan menimbulkan akibat gangguan sistem, timbulnya penyakit dan manifestasi klinik, serta menurunya ADL (Activities of Daily Living) (Hardywinoto dan Setiabudhi, 2005).

Tertawa 1 menit ternyata sebanding dengan bersepeda selama 15 menit.Hal ini membuat tekanan darah meningkat, O2 didalam sel dan jaringan juga meningkat sehingga bisa merelaksasi otot-otot dan aliran darah keseluruh tubuh, dan dapat menurunkan hormon epineprine dan kortisol sehingga meningkatkan hormon endorpine.Tertawa juga melatih otot dada, pernafasan, wajah, kaki, dan punggung.Selain fisik, tertawa juga berpengaruh terhadap kesehatan mental.Tertawa terbukti memperbaiki suasana hati dalam konteks sosial (Mangoenprasodjo & Hidayati, 2005).

Diharapkan dengan memberikan terapi tertawa dapat membantu membentuk pola pikir positif sehingga seseorang akan berpikir dengan cara yang lebih postif.  Tertawa merupakan cara yang paling baik dan paling ekonomis dalam melawan stres. Tertawa akan merilekskan otot-otot yang tegang. Tertawa juga melebarkan pembuluh darah sehingga memperlancar aliran darah ke seluruh tubuh. Selain itu, tertawa juga berperan dalam menurunkan kadar hormon stres epineprine dan kortisol (Tarigan, 2009). Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang pengaruh terapi tertawa terhadap penurunan tingkat stres pada lanjut usia. Diharapkan petugas kesehatan lebih optimal memberikan terapi tertawa pada lansia terutama lansia yang mengalami stres.

Terapi tertawa adalah suatu kegiatan yang akan melibatkan otot wajah dan organ dalam tubuh seperti jantung, paru-paru, melibatkan dada, diafragma dan perut, gerakan tersebut akan memberikan memberikan stimulus pada otak untuk menekan sekresi ephineprin dan kortisol dan mendorong pelepasan hormone endorphin yang menyebabkan timbulnya perasaan tenang dan nyaman (Kataria, 2010). Brunner (2002) mengatakan stres adalah suatu keadaan yang dihasilkan oleh perubahan lingkungan yang diterima sebagai suatu hal yang mengancam, menantang serta merusak keseimbangan seseorang. Lanjut Usia adalah sesuatu yang harus diterima sebagai suatu kenyataan dan fenomena biologis. Kehidupan itu akan diakhiri dengan proses penuaan yang berakhir dengan kematian (Hutapea, 2005).


Related Posts

Subscribe Our Newsletter