1.
|
SEJARAH
SINGKAT
|
|
Ketela
pohon merupakan tanaman pangan berupa perdu dengan nama lain ubi
kayu, singkong atau kasape. Ketela pohon berasal dari benua Amerika,
tepatnya dari negara Brazil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia, antara
lain: Afrika, Madagaskar, India, Tiongkok. Ketela pohon berkembang di
negara-negara yang terkenal wilayah pertaniannya dan masuk ke Indonesia
pada tahun 1852.
|
2.
|
JENIS
TANAMAN
|
|
Klasifikasi
tanaman ketela pohon adalah sebagai berikut:
Kingdom
|
:
Plantae atau tumbuh-tumbuhan
|
Divisi
|
:
Spermatophyta atau tumbuhan berbiji
|
Sub
divisi
|
:
Angiospermae atau berbiji tertutup
|
Kelas
|
:
Dicotyledoneae atau biji berkeping dua
|
Ordo
|
:
Euphorbiales
|
Famili
|
: Euphorbiaceae
|
Genus
|
:
Manihot
|
Spesies
|
: Manihot
utilissima Pohl.; Manihot esculenta Crantz sin.
|
Varietas-varietas ketela pohon unggul yang biasa ditanam, antara lain:
Valenca, Mangi, Betawi, Basiorao, Bogor, SPP, Muara, Mentega, Andira 1,
Gading, Andira 2, Malang 1, Malang 2, dan Andira 4
|
3.
|
MANFAAT
TANAMAN
|
|
Di
Indonesia, ketela pohon menjadi makanan bahan pangan pokok setelah beras
dan jagung. Manfaat daun ketela pohon sebagai bahan sayuran memiliki
protein cukup tinggi, atau untuk keperluan yang lain seperti bahan
obat-obatan. Kayunya bisa digunakan sebagai pagar kebun atau di desa-desa
sering digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. Dengan perkembangan
teknologi, ketela pohon dijadikan bahan dasar pada industri makanan dan
bahan baku industri pakan. Selain itu digunakan pula pada industri
obat-obatan.
|
4.
|
SENTRA
PENANAMAN
|
|
Di dunia
ketela pohon merupakan komoditi perdagangan yang potensial. Negaranegara
sentra ketela pohon adalah Thailand dan Suriname. Sedangkan sentra utama
ketela pohon di Indonesia di Jawa Tengah dan Jawa Timur.
|
5.
|
SYARAT
PETUMBUHAN
|
|
5.1.
|
Iklim
a)
|
Curah hujan yang sesuai untuk tanaman ketela pohon antara
1.500-2.500 mm/tahun.
|
b)
|
Suhu udara minimal bagi tumbuhnya ketela kohon sekitar 10 derajat
C. Bila suhunya di bawah 10 derajat C menyebabkan pertumbuhan tanaman
sedikit terhambat, menjadi kerdil karena pertumbuhan bunga yang kurang
sempurna.
|
c)
|
Kelembaban udara optimal untuk tanaman ketela pohon antara 60-65%.
|
d)
|
Sinar matahari yang dibutuhkan bagi tanaman ketela pohon sekitar 10
jam/hari terutama untuk kesuburan daun dan perkembangan umbinya.
|
|
5.2.
|
Media
Tanam
a)
|
Tanah yang paling sesuai untuk ketela pohon adalah tanah yang
berstruktur remah, gembur, tidak terlalu liat dan tidak terlalu poros
serta kaya bahan organik. Tanah dengan struktur remah mempunyai tata
udara yang baik, unsur hara lebih mudah tersedia dan mudah diolah.
Untuk pertumbuhan tanaman ketela pohon yang lebih baik, tanah harus
subur dan kaya bahan organik baik unsur makro maupun mikronya.
|
b)
|
Jenis tanah yang sesuai untuk tanaman ketela pohon adalah jenis
aluvial latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan
andosol.
|
c)
|
Derajat keasaman (pH) tanah yang sesuai untuk budidaya ketela pohon
berkisar antara 4,5-8,0 dengan pH ideal 5,8. Pada umumnya tanah di
Indonesia ber-pH rendah (asam), yaitu berkisar 4,0-5,5, sehingga
seringkali dikatakan cukup netral bagi suburnya tanaman ketela pohon.
|
|
5.3.
|
Ketinggian
Tempat
Ketinggian tempat yang baik dan ideal untuk tanaman ketela pohon antara
10–700 m dpl, sedangkan toleransinya antara 10–1.500 m dpl. Jenis ketela
pohon tertentu dapat ditanam pada ketinggian tempat tertentu untuk dapat
tumbuh optimal.
|
|
6.
|
PEDOMAN
BUDIDAYA
|
|
6.1.
|
Pembibitan
- Persyaratan Bibit
Bibit yang baik untuk bertanam ketela pohon harus memenuhi syarat
sebagai berikut:
a)
|
Ketela pohon berasal dari tanaman induk yang cukup tua (10-12
bulan).
|
b)
|
Ketela pohon harus dengan pertumbuhannya yang normal dan sehat
serta seragam.
|
c)
|
Batangnya telah berkayu dan berdiameter + 2,5 cm lurus.
|
d)
|
Belum tumbuh tunas-tunas baru.
|
-
- Penyiapan Bibit
Penyiapan bibit ketela pohon meliputi hal-hal sebagai berikut:
a)
|
Bibit berupa stek batang.
|
b)
|
Sebagai stek pilih batang bagian bawah sampai tengah.
|
c)
|
Setelah stek terpilih kemudian diikat, masing-masing ikatan
berjumlah antara
25–30 batang stek.
|
d)
|
Semua ikatan stek yang dibutuhkan, kemudian diangkut ke lokasi
penanaman.
|
|
|
6.2.
|
Pengolahan
Media Tanam
- Persiapan
Kegiatan yang perlu dilakukan sebelum pengolahan lahan adalah:
a)
|
Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus,
pH meter dan cairan pH tester.
|
b)
|
Penganalisaan jenis tanah pada contoh atau sempel tanah yang akan
ditanami untuk mengetahui ketersediaan unsur hara, kandungan bahan
organik.
|
c)
|
Penetapan jadwal/waktu tanam berkaitan erat dengan saat panen.
Hal ini perlu diperhitungkan dengan asumsi waktu tanam bersamaan
dengan tanamanlainnya (tumpang sari), sehingga sekaligus dapat
memproduksi beberapa variasi tanaman yang sejenis.
|
d)
|
Luas areal penanaman disesuaikan dengan modal dan kebutuhan
setiap petani ketela pohon. Pengaturan volume produksi penting juga
diperhitungkan karena berkaitan erat dengan perkiraan harga pada saat
panen dan pasar. Apabila pada saat panen nantinya harga akan anjlok
karena di daerah sentra penanaman terjadi panen raya maka volume
produksi diatur seminimal mungkin.
|
-
- Pembukaan dan
Pembersihan Lahan
Pembukaan lahan pada intinya merupakan pembersihan lahan dari
segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman
sebelumnya. Tujuan pembersihan lahan untuk memudahkan perakaran
tanaman berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan
penyakit yang mungkin ada. Pembajakan dilakukan dengan hewan
ternak, seperti kerbau, sapi, atau pun dengan mesin traktor.
Pencangkulan dilakukan pada sisi-sisi yang sulit dijangkau, pada
tanah tegalan yang arealnya relatif lebih sempit oleh alat bajak
dan alat garu sampai tanah siap untuk ditanami. - Pembentukan Bedengan
Bedengan dibuat pada saat lahan sudah 70% dari tahap penyelesaian.
Bedengan atau pelarikan dilakukan untuk memudahkan penanaman,
sesuai dengan ukuran yang dikehendaki. Pembentukan
bedengan/larikan ditujukan untuk memudahkan dalam pemeliharaan
tanaman, seperti pembersihan tanaman liar maupun sehatnya
pertumbuhan tanaman. - Pengapuran
Untuk menaikkan pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat
masam/tanah gembut, perlu dilakukan pengapuran. Jenis kapur yang
digunakan adalah kapur kalsit/kaptan (CaCO3). Dosis yang biasa
digunakan untuk pengapuran adalah 1-2,5 ton/ha. Pengapuran
diberikan pada waktu pembajakan atau pada saat pembentukan
bedengan kasar bersamaan dengan pemberian pupuk kandang.
|
|
6.3.
|
Teknik
Penanaman
- Penentuan Pola Tanam
Pola tanaman harus memperhatikan musim dan curah hujan. Pada lahan
tegalan/kering, waktu tanam yang paling baik adalah awal musim
hujan atau setelah penanaman padi. Jarak tanam yang umum digunakan
pada pola monokultur ada beberapa alternatif, yaitu 100 X 100 cm,
100 X 60 cm atau 100 X 40 cm. Bila pola tanam dengan sistem
tumpang sari bisa dengan jarak tanam 150 X 100 cm atau 300 X 150
cm. - Cara Penanaman
Cara penanaman dilakukan dengan meruncingkan ujung bawah stek
ketela pohon kemudian tanamkan sedalam 5-10 cm atau kurang lebih
sepertiga bagian stek tertimbun tanah. Bila tanahnya keras/berat
dan berair/lembab, stek ditanam dangkal saja.
|
|
6.4.
|
Pemeliharaan
Tanaman
- Penyulaman
Untuk bibit yang mati/abnormal segera dilakukan penyulaman, yakni
dengan cara mencabut dan diganti dengan bibit yang baru/cadangan.
Bibit atau tanaman muda yang mati harus diganti atau disulam. Pada
umumnya petani maupun pengusaha mengganti tanaman yang mati dengan
sisa bibit yang ada. Bibit sulaman yang baik seharusnya juga
merupakan tanaman yang sehat dan tepat waktu untuk ditanam.
Penyulaman dilakukan pada pagi hari atau sore hari, saat cuaca
tidak terlalu panas. Waktu penyulaman adalah minggu pertama dan
minggu kedua setelah penanaman. Saat penyulaman yang melewati
minggu ketiga setelah penanaman mengakibatkan perbedaan
pertumbuhan yang menyolok antara tanaman pertama dan tanaman
sulaman. - Penyiangan
Penyiangan bertujuan untuk membuang semua jenis rumput/ tanaman
liar/pengganggu (gulma) yang hidup di sekitar tanaman. Dalam satu
musim penanaman minimal dilakukan 2 (dua) kali penyiangan. - Pembubunan
Cara pembubunan dilakukan dengan menggemburkan tanah di sekitar
tanaman dan setelah itu dibuat seperti guludan. Waktu pembubunan
dapat bersamaan dengan waktu penyiangan, hal ini dapat menghemat
biaya. Apabila tanah sekitar tanaman Ketela pohon terkikis karena
hujan atau terkena air siraman sehingga perlu dilakukan
pembubunan/di tutup dengan tanah agar akar tidak kelihatan. - Perempalan/Pemangkasan
Pada tanaman Ketela pohon perlu dilakukan
pemangkasan/pembuangan tunas karena minimal setiap pohon harus
mempunyai cabang 2 atau 3 cabang. Hal ini agar batang pohon
tersebut bisa digunakan sebagai bibit lagi di musim tanam mendatang.
- Pemupukan
Pemupukan dilakukan dengan sistem pemupukan berimbang antara N, P,
K dengan dosis Urea=133–200 kg; TSP=60–100 kg dan KCl=120–200 kg.
Pupuk tersebut diberikan pada saat tanam dengan dosis N:P:K= 1/3 :
1 : 1/3 (pemupukan dasar) dan pada saat tanaman berumur 2-3 bulan
yaitu sisanya dengan dosis N:P:K= 2/3 : 0 : 2/3. - Pengairan dan
Penyiraman
Kondisi lahan Ketela pohon dari awal tanam sampai umur + 4–5 bulan
hendaknya selalu dalam keadaan lembab, tidak terlalu becek. Pada
tanah yang kering perlu dilakukan penyiraman dan pengairan dari
sumber air yang terdekat. Pengairan dilakukan pada saat musim
kering dengan cara menyiram langsung akan tetapi cara ini dapat
merusak tanah. Sistem yang baik digunakan adalah sistem genangan
sehingga air dapat sampai ke daerah perakaran secara resapan.
Pengairan dengan sistem genangan dapat dilakukan dua minggu sekali
dan untuk seterusnya diberikan berdasarkan kebutuhan. - Waktu Penyemprotan
Pestisida
Jenis dan dosis pestisida disesuaikan dengan jenis penyakitnya.
Penyemprotan pestisida paling baik dilakukan pada pagi hari
setelah embun hilang atau pada sore hari. Dosis pestisida
disesuaikan dengan serangan hama dan penyakit, baca dengan baik
penggunaan dosis pada label merk obat yang digunakan. Apabila hama
dan penyakit menyerang dengan ganas maka dosis pestisida harus
lebih akan tetapi penggunaannya harus hati-hati karena serangga
yang menguntungkan dapat ikut mati.
|
|
|
7.
|
HAMA
DAN PENYAKIT
|
|
7.1.
|
Hama
a.
|
Uret (Xylenthropus)
Ciri: berada dalam akar dari tanaman.
Gejala: tanaman mati pada yg usia muda, karena akar
batang dan umbi dirusak.
Pengendalian: bersihkan sisa-sisa bahan organik pada saat
tanam dan atau mencampur sevin pada saat pengolahan lahan.
|
b.
|
Tungau merah (Tetranychus bimaculatus)
Ciri: menyerang pada permukaan bawah daun
dengan menghisap cairan daun tersebut.
Gejala: daun akan menjadi kering.
Pengendalian:menanam varietas toleran dan menyemprotkan
air yang banyak.
|
|
7.2.
|
Penyakit
a.
|
Bercak daun bakteri
Penyebab: Xanthomonas manihotis atau Cassava
Bacterial Blight/CBG .
Gejala: bercak-bercak bersudut pada daun lalu bergerak
dan mengakibatkan pada daun kering dan akhirnya mati.
Pengendalian:menanam varietas yang tahan, memotong atau
memusnahkan bagian tanaman yang sakit, melakukan pergiliran tanaman dan
sanitasi kebun
|
b.
|
Layu bakteri (Pseudomonas solanacearum E.F. Smith)
Ciri: hidup di daun, akar dan batang.
Gejala: daun yang mendadak jadi layu seperti tersiram air
panas. Akar, batang dan umbi langsung membusuk.
Pengendalian: melakukan pergiliran tanaman, menanam
varietas yang tahan seperti Adira 1, Adira 2 dan Muara, melakukan
pencabutan dan pemusnahan tanaman yang sakit berat.
|
c.
|
Bercak daun coklat (Cercospora heningsii)
Penyebab: jcendawan yang hidup di dalam daun.
Gejala: daun bercak-bercak coklat, mengering,
lubang-lubang bulat kecil dan jaringan daun mati.
Pengendalian: melakukan pelebaran jarak tanam, penanaman
varietas yang tahan, pemangkasan pada daun yang sakit serta melakukan
sanitasi kebun.
|
d.
|
Bercak daun konsentris (Phoma phyllostica)
Penyebab: cendawan yang hidup pada daun.
Gejala: adanya bercak kecil dan titik-titik, terutama
pada daun muda.
Pengendalian:memperlebar jarak tanam, mengadakan sanitasi
kebun dan memangkas bagian tanaman yang sakit .
|
|
7.3.
|
Gulma
Sistem penyiangan/pembersihan secara menyeluruh dan gulmanya
dibakar/dikubur dalam seperti yang dilakukan umumnya para petani Ketela
pohon dapat menekan pertumbuhan gulma. Namun demikian, gulma tetap tumbuh
di parit/got dan lubang penanaman.
Khusus gulma dari golongan teki (Cyperus sp.) dapat di berantas
dengan cara manual dengan penyiangan yang dilakukan 2-3 kali permusim
tanam. Penyiangan dilakukan sampai akar tanaman tercabut. Secara kimiawi
dengan penyemprotan herbisida seperti dari golongan 2,4-D amin dan
sulfonil urea. Penyemprotan harus dilakukan dengan hati-hati.
Sedangkan jenis gulma lainnya adalah rerumputan yang banyak ditemukan di
lubang penanaman maupun dalam got/parit. Jenis gulma rerumputan yang
sering dijumpai yaitu jenis rumput belulang (Eleusine indica),
tuton (Echinochloa colona), rumput grintingan (Cynodon dactilon),
rumput pahit (Paspalum distichum), dan rumput sunduk gangsir (digitaria
ciliaris). Pembasmian gulma dari golongan rerumputan dilakukan dengan
cara manual yaitu penyiangan dan penyemprotan herbisida berspektrum
sempit misalnya Rumpas 120 EW dengan konsentrasi 1,0-1,5 ml/liter.
|
|
8.
|
P A
N E N
|
|
8.1.
|
Ciri
dan Umur Panen
Ketela pohon dapat dipanen pada saat pertumbuhan daun bawah mulai
berkurang. Warna daun mulai menguning dan banyak yang rontok. Umur panen
tanaman ketela pohon telah mencapai 6–8 bulan untuk varietas Genjah dan
9–12 bulan untuk varietas Dalam.
|
8.2.
|
Cara Panen
Ketela pohon dipanen dengan cara mencabut batangnya dan umbi yang
tertinggal diambil dengan cangkul atau garpu tanah.
|
|
9.
|
PASCA
PANEN
|
|
9.1.
|
Pengumpulan
|
|
Hasil
panen dikumpulkan di lokasi yang cukup strategis, aman dan mudah
dijangkau oleh angkutan.
|
9.2.
|
Penyortiran
dan Penggolongan
|
|
Pemilihan
atau penyortiran umbi ketela pohon sebenarnya dapat dilakukan pada saat
pencabutan berlangsung. Akan tetapi penyortiran umbi ketela pohon dapat
dilakukan setelah semua pohon dicabut dan ditampung dalam suatu tempat.
Penyortiran dilakukan untuk memilih umbi yang berwarna bersih terlihat dari
kulit umbi yang segar serta yang cacat terutama terlihat dari ukuran
besarnya umbi serta bercak hitam/garis-garis pada daging umbi.
|
9.3.
|
Penyimpanan
|
|
Cara
penyimpanan hasil panen umbi ketela pohon dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a)
|
Buat lubang di dalam tanah untuk tempat penyimpanan umbi segar
ketela pohon tersebut. Ukuran lubang disesuaikan dengan jumlah umbi
yang akan disimpan.
|
b)
|
Alasi dasar lubang dengan jerami atau daun-daun, misalnya dengan
daun nangka atau daun ketela pohon itu sendiri.
|
c)
|
Masukkan umbi ketela pohon secara tersusun dan teratur secara
berlapis kemudian masing-masing lapisan tutup dengan daun-daunan segar
tersebut di atas atau jerami.
|
d)
|
Terakhir timbun lubang berisi umbi ketela pohon tersebut sampai
lubang permukaan tertutup berbentuk cembung, dan sistem penyimpanan
seperti ini cukup awet dan membuat umbi tetap segar seperti aslinya.
|
|
9.4.
|
Pengemasan
dan Pengangkutan
|
|
Pengemasan
umbi ketela pohon bertujuan untuk melindungi umbi dari kerusakan selama dalam
pengangkutan. Untuk pasaran antar kota/ dalam negeri dikemas dan
dimasukkan dalam karung-karung goni atau keranjang terbuat dari bambu
agar tetap segar. Khusus untuk pemasaran antar pulau maupun diekspor,
biasanya umbi ketela pohon ini dikemas dalam bentuk gaplek atau dijadikan
tepung tapioka. Kemasan selanjutnya dapat disimpan dalam karton ataupun
plastik-plastik dalam perbagai ukuran, sesuai permintaan produsen.
Setelah dikemas umbi ketela pohon dalam bentuk segar maupun dalam bentuk
gaplek ataupun tapioka diangkut dengan alat trasportasi baik tradisional
maupun modern ke pihak konsumen, baik dalam maupun luar negeri.
|
|
10.
|
ANALISIS
EKONOMI BUDIDAYA TANAMAN
|
|
10.1.
|
Analisis Usaha Budidaya
Perkiraan analisis budidaya singkong seluas 1 hektar pola monokultur
dalam satu musim tanam (8 bulan), dengan jarak tanam 100 X 100 cm
(populasi + 9.998 tanaman) untuk daerah Jawa Barat pada tahun 1999
adalah:
1)
|
Biaya produksi
|
|
|
1.
|
Sewa lahan per musim (lahan kering)
|
Rp. 500.000,-
|
|
2.
|
Bibit + 11.000 stek @ Rp 30,-
|
Rp. 330.000,-
|
|
3.
|
Pupuk
- Urea: 200 kg @ Rp 1.000,-
- TSP: 100 kg @ Rp 1.800,-
- KCl: 200 kg @ Rp 1.650,-
|
Rp. 200.000,-
Rp. 180.000,-
Rp. 330.000,-
|
|
4.
|
Pestisida: 2 kg (liter) @ Rp 50.000,-
|
Rp. 100.000,-
|
|
5.
|
Pajak dan peralatan
|
Rp. 300.000,-
|
|
6.
|
Tenaga kerja
- Pengolahan lahan 70 HKP @ Rp 10.000,-
- Penanaman 5 HKP + 10 HKW
- Pemupukan 10 HKP +25 HKW
- Penyiangan dan pembubunan 20 HKP + 20 HKW
|
Rp. 700.000,-
Rp. 125.000,-
Rp. 287.500,-
Rp. 350.000,-
|
|
7.
|
Panen dan pasca panen Rp. 250.000,-
|
|
|
|
Jumlah biaya produksi
|
Rp. 3.652.500,-
|
2)
|
Pendapatan 30.000 kg @ Rp 125,-
|
Rp. 4.500.000,-
|
3)
|
Keuntungan
|
Rp. 847.500,-
|
4)
|
Parameter kelayakan usaha
1.
Rasio Out/Input
|
=1,232
|
Catatan : HKP (Hari Kerja
Pria); HKW (Hari Kerja Wanita)
|
10.2.
|
Gambaran Peluang Agribisnis
Di pasar Indonesia, produksi Ketela pohon rata-rata mencapai 8,24 ton/ha
(data tahun 1969-1978). Tahun 1983-1991 rata-rata mencapai 11,43 ton/ha.
Peningkatan produksi umbi ketela pohon kurun waktu 1988-1992 terjadi
karena adanya peningkatan rata-rata hasil per hektar. Walaupun demikian,
rata-rata produktivitas usaha tani ketela pohon ditingkat petani (3
ton/ha) masih lebih rendah dibandingkan dengan potensi hasilnya (6-10
ton/ha). Luas panen komoditas ketela pohon yang cenderung terus menurun
selama kurun waktu tersebut ternyata tidak berpengaruh terhadap produksi
total. Sementara itu, sekitar 58% dari total luas panen per tahun masih tersebar
di Pulau Jawa.
Dari segi ekspor, selama periode 1990-1994 ekspor ketela pohon Indonesia
mengalami peningkatan yang cukup besar. Bila pada tahun 1990, ekspor
ketela pohon adalah sebanyak 100 ton, maka pada tahun 1994 jumlah
tersebut sudah menjadi 500 ton. Permintaan ketela pohon dalam bentuk
tapioka maupun gaplek pada tahun-tahun yang akan datang diperkirakan akan
terus meningkat. Hal ini merupakan peluang besar bagi Indonesia untuk
usaha agribisnis ketela pohon.
|
|
11.
|
STANDAR
PRODUKSI
|
|
11.1.
|
Ruang
Lingkup
Standar produksi ini meliputi: klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan
contoh, cara uji, syarat penandaan, cara pengemasan dan rekomendasi untuk
tapioka.
|
11.2.
|
Diskripsi
Standar mutu ketela pohon (tepung tapioka) di Indonesia tercantum dalam
Standar Nasional Indonesia SNI 01-345-1994.
|
11.3.
|
Klasifikasi
dan Standar Mutu
Syarat mutu terdiri dari dua bagian :
a)
|
Syarat organoleptik
|
|
1.
|
Sehat (sound).
|
|
2.
|
Tidak berbau apek atau masam.
|
|
3.
|
Murni.
|
|
4.
|
Tidak kelihatan ampas dan/atau bahan asing.
|
b)
|
Syarat Teknis
|
|
1.
|
Kadar air maksimum (%): mutu I=15; mutu II=15; mutu III=15.
|
|
2.
|
Kadar abu maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu III=0,60.
|
|
3.
|
Serat dan benda asing maksimum (%): mutu I=0,60; mutu II=0,60; mutu
III=0,60.
|
|
4.
|
Derajat putih minimum (BaSO4=100%) (%): mutu I=94,5; mutu II=92,0;
mutu III=92.
|
|
5.
|
Kekentalan (Engler): mutu I=3-4; mutu II=2,5-3; mutu III<2,5.
|
|
6.
|
Derajat asam maksimum (Ml IN Na): mutu I=3; mutu II=3; mutu III=3.
|
|
7.
|
Cemaran logam: ** OH/100 gram
|
|
|
- Timbal (Pb) (mg/kg): mutu I=1,0; mutu II=1,0; mutu III=1,0.
- Tembaga (Cu) (mg/kg): mutu I=10,0; mutu II=10,0; mutu III=10,0.
- Seng (Zn) (mg/kg): mutu I=40; mutu II=40; mutu III=40.
- Raksa (Hg) (mg/kg): mutu I=0,05; mutu II=0,05; mutu III=0,05.
|
|
8.
|
Arsen (AS) ** (mg/kg): mutu I=0,5; mutu II=0,5; mutu III=0,5.
|
|
9.
|
Cemara Mikroba:**
|
|
|
- Angka lempeng total maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0 x100; mutu
I=1,0x100; mutu III=1,0x100.
- E. Coli maksimum(koloni/gram): mutu I=10; mutu II=10; mutu III=10.
- Kapang maksimum (koloni/gram): mutu I=1,0x104 ; mutu II=1,0x104; mutu
III=1,0x104.
|
Keterangan:
** Dipersyaratkan bila dipergunakan sebagai bahan makanan.
1.
|
Kadar air ialah jumlah kandungan air yang terdapat dalam ketela
pohon dinyatakan dalam persen dari berat bahan.
|
2.
|
Kadar abu ialah banyaknya abu yang tersisa apabila tapioka dipijar
pada suhu 500 derajat C yang dinyatakan dalam persen berat bahan.
|
3.
|
Serat, ialah bagian dari tapioka dalam bentuk cellulosa dan
dinyatakan dalam persen berat bahan.
|
4.
|
Benda asing ialah semua benda lain (pasir, kayu, kerikil,
logam-logam kecil) yang tercampur pada ketela pohon, dinyatakan dalam
persen dari berat bahan.
|
5.
|
Derajat putih, ialah tingkat atau derajat keputihan dari pada
ketela pohon yang dibandingkan dengan derajat putih BaSO4 = 100 %
dinyatakan dalam angka.
|
6.
|
Kekentalan ialah derajat kekentalanm dari pada larutan ketela pohon
dinyatakan dengan derajat Elger.
|
7.
|
Derajat asam ialah derajat asam pada ketela pohon yang dinyatakan dalam
mililiter per gram.
|
Untuk mendapatkan mutu singkong yang sesuai dengan standar maka harus
dilakukan pengujian mutu singkong yang diantaranya adalah :
a)
|
Kadar air: timbang dengan teliti kira-kira 5 gram contoh, tempatkan
dalam cawan porselen/silika/platina panaskan dalam oven dengan suhu 105
± 1 derajat C selama 5 jam. Dinginkan dalam eksikator sampai tercapai
suhu kamar, lalu timbang. Panaskan lagi 30 menit lalu dinginkan dalam
eksikator. Ulangi pengerjaan tersebut 3-4 kali sampai diperoleh berat antara
2 penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0,001 gram.
|
b)
|
Kadar abu: timbang 5 gram contoh kedalam cawan
porselen,/silika/platina yang sudah ditimbang beratnya. Pijarkan cawan
berisi contoh diatas pembakar mecer kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil
lalu api dibesarkan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang.
Sempurnakan pemijaran arang didalam tanur pada suhu 580-620 derajat C
sampai menjadi abu. Pindahkan cawan dalam tanur kedalam oven pada pada
suhu sekitar 100 derajat C, selama 1 jam. Dinginkan cawan berisi abu
dalam eksikator sampai tercapai suhu kamar antara 15-30 derajat C, lalu
timbang. Ulangi pengerjaan pemijaran dan pendinginan, sehingga
diperoleh perbedaan berat antara dua pertimbangan berturut-turut lebih
kecil daripada 0,001 gram.
|
c)
|
Kadar serat dan benda asing: timbang kira-kira 2,5 gram contoh yang
telah dikeringkalalu dituangkan kedalam labu dengan ditambah asam
sulfat encer 1,25% yang telah dididih sebanyak 200 ml, pasangkan segera
labu dengan pendingin balik yang dialiri air. Panaskan abu hingga
mendidih selama 30 menit, pada saat mendidih sesekali labu digoyangkan
agar semua contoh terasam dan tidak terjadi gosong pada dinding dalam
labu. Tanggalkan labu, lalu saring dengan kain halus 18 serat/cm yang
dipasang pada corong penyaring. Cuci residu dengan air mendidih sampai
filtrat bersifat netral dan 200 ml larutan natrium hidroksida lalu
pindahkan residu di atas kain kedalam labu. Didihkan kembali labu
selama 30 menit, lalu tanggalkan labu dan segera saring dengan kain saring
kemudian cuci residu dengan air mendidih sampai filtrat bersifat
netral. Pindahkan residu kedalam cawan Gooch yang telah dilapisi serat
asbes dibantu pompa air, cuci residu dengan air panas dan dibilas
dengan 15 ml etil alkohol 95 %. Keringkan cawan dan isinya pada suhu
104-106 derajat C dalam oven, kemudian dinginkan hingga tercapai suhu
kamar, lalu ditimbang. Ulangi pengeringan dan penurunan suhu dalam
eksikator 2-3 kali masing-masing 30 menit hingga mencapai bobot tetap.
Pijarkan cawan gooch dan isinya pada suhu 580–620 derajat C sampai
menjadi abu lalu tempatkan dalam oven (suhu ± 100 derajat C) selama 30
menit, dinginkan dalam eksikator sampai suhu kamar, lalu timbang.
Ulangi pengeringan dan penurunan suhu dalam eksikator 2-3 kali, masing
masing 30 menit hingga diperoleh bobot tetap (W2).
|
d)
|
Derajat Putih: tuangkan BaSO4 murni kedalam cuvet dan tentukan
reflaktan pada skala 100, lalu tuangkan contoh kedalam cuvet lainnya.
|
e)
|
Derajat kekentalan Engler: timbang 10 gram bahan, tuangkan edalam
gelas piala (500 ml) lalu tambahkan 100 ml etanol 70 % yang sudah
dinetralkan dengan indikator phenol ptalein, lalu kocok selama 1 jam
pada alat penggosok mekanik natrium hidroksida 0,1 N. Saring dengan
cepat melalui kertas saring kering, pipet 50 ml saring, tuangkan
kedalam erlenmeyer 500 ml dan titar saringan dengan larutan natrium
hidroksida 0,1 N dengan indikator phenol ptalein.
|
f)
|
Cemaran logam: masukan contoh kedalam erlenmeyer 250 ml, 10 ml
H2SO4, 0,5 gram KMn04 dan direfluks hingga mendidih serta warna violet
hilang. Tamabah 0,2 gram KMn04 dan pemanas diteruskan hingga KMn04 1,5
gram. Didihkan kembali selama 5 menit, dinginkan dan tambahkan
Hydroxylamine Hydrochoride samapi warna hilang, setelah itu tambahkan 1
ml Hydroxylamine hydrochoride dan 2 ml asam asetan, pindahkan larutan
kedalam labu pemisah tambahkan 10 ml larutan Dhitizone, kocok selama 2
menit. Pindahkan lapisan chloroform ke dalam corong pemisah yang
mengandung 25 ml NH40H kemudian kocok, cuci dengan 10 ml H2S04 IN dan
buat larutan baku (larutkan 0,9155 grm Pb Ac2 3H20 dalam air, tambahkan
5 ml HNO3 encerkan 500 ml dengan air), dari larutan ini diambil 1 ml
diencerkan menjadi 100 ml.
|
Sedangkan cara uji tembaga dan seng, raksa, arsen, angka lempeng total,
bakteri coliform dan eschericia coli sesuai dengan SNI 01–3451–1994,
tapioka.
|
11.4.
|
Pengambilan
Contoh
Contoh diambil secara acak sebanyak akar pangkat dua dari jumlah karung
dengan maksimum maksimum 30 karung. Pengambilan contoh dilakukan beberapa
kali, sampai mencapai berat 500 gram. Contoh kemudian disegel dan diberi
label. Petugas pengambil contoh harus orang yang telah berpengalaman atau
dilatih lebih dahulu.
|
11.5
|
Pengemasan
Tapioka dikemas dengan karung goni baru jenis ATWILL/Blacu yang baik,
bersih, cukup memenuhi syarat eksport, mulutnya dijahit dengan kuat. Isi
paling banyak untuk karung blacu 50 kg bersih, atau karung goni maksimum
100 kg/bersih. Dibagian luar kemasan ditulis dengan bahan yang tidak
mudah luntur, jelas terbaca, antara lain:
a)
|
Produksi Indonesia.
|
b)
|
Nama barang atau jenis barang.
|
c)
|
Nama perusahaan atau ekspiotir.
|
d)
|
Berat bersih.
|
e)
|
Berat kotor.
|
f)
|
Negara/tempat tujuan.
|
|
|
12.
|
DAFTAR
PUSTAKA
|
|
1.
|
Badan
Agribisnis Departemen Pertanian. 1999. Investasi Agribisnis Komoditas
Unggulan Tanaman Pangan dan Hortikultura. Kanisius. Yogyakarta.
|
2.
|
Danarti
dan Sri Najiyati. 1998. Palawija, Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Penerbit Swadaya, Jakarta.
|
3.
|
Rahmat
Rukmana, H. Ir. 1997. Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen. Penerbit
Kanisius (Anggota IKAPI), Yogyakarta.
|
|
|