Obesitas adalah kelebihan berat badan sebagai akibat dari penimbunan lemak tubuh yang berlebihan yang dapat mengganggu kesehatan. Bila seseorang bertambah berat badannya maka ukuran sel lemak akan bertambah besar dan kemungkinan jumlah bertambah banyak (Sugondo, 2006). Penimbunan lemak pada jaringan adipose visceral dalam jangka panjang menyebabkan ketidak mampuan sel lemak untuk menyimpan trigliserida secara adekuat merupakan tahap awal terjadinya hipertrigliseridemia. Kolesterol adalah senyawa kimia yang secara alamiah dibuat oleh tubuh, dan komponen struktural yang esensial dalam membran sel dan selubung mielin (Zamora A, 2007). Kolesterol merupakan komponen lemak darah, dan diketahui bahwa lemak merupakan zat yang di butuhkan tubuh selain protein, vitamin, mineral dan karbohidrat. Lemak dalam tubuh kita berguna untuk membentuk dinding sel-sel tubuh. Akibat beberapa mekanisme ini yang merupakan akibat dari penimbunan lemak (Obesitas) dalam jangka panjang sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan kadar kolesterol dalam darah (Subramanian, 2011). Proses dari studi pendahuluan peneliti di desa Tlogogede Balongpanggang Gresik pada bulan Agustus 2014 jumlah keseluruhuan 328 orang, dan yang mengalami obesitas sebanyak 27 (8%) dengan IMT 26,0. Namun hubungan obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah belum dapat di jelaskan.
World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu dari 10 kondisi yang berisiko di seluruh dunia dan salah satu dari 5 kondisi yang berisiko di negara-negara berkembang. Di seluruh dunia, lebih dari 1 milyar orang dewasa adalah overweight dan lebih dari 300 juta adalah obese. Di waktu mendatang epidemi obesitas akan melanda negara – negara dibenua Asia . Bentuk tubuh orang Asia yang rata – rata lebih kecil dari penduduk di negara Barat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) jumlah orang dewasa di dunia yang mengalami obesitas sekitar 400 juta orang dan akan meningkat sampai 700 juta orang pada tahun 2015 (Chan, 2010). Angka kejadian obesitas di Indonesia. Tahun 2010 di atas usia 18 tahun yaitu laki-laki 7,8% dan perempuan 15,5% (Depkes 2010). Hasil Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa 21.7% orang dewasa Indonesia mengalami obesitas, dan perempuan memiliki prevalensi yang lebih tinggi (26.9%) dibandingkan laki-laki (16.3%) (Balitbangkes 2010). Di desa Tlogogede Balongpanggang Gresik pada bulan Agustus 2014 yang mengalami obesitas sebanyak 27 (8%) dengan IMT 26,0. Berdasarkan laporan Badan Kesehatan Dunia pada tahun 2002, tercatat sebanyak 4,4 juta penderita hiperkolesterol atau sebesar 7,9% dari jumlah total kematian di usia muda. Hiperkolesterol ialah keadaan dimana kadar kolesterol dalam tubuh melebihi keadaan normal (Oetoro, 2007). Data yang dihimpun oleh (WHO, 2008) memperlihatkan bahwa prevalensi faktor risiko hiperkolesterol pada wanita di Indonesia lebih tinggi yaitu 37,2 dari pada pria yang hanya 32,8. Berdasarkan survei yang dilakukan di SDK Fr. Don Bosco Manadopada tahun 2008, terdapat 35,1% penduduk Indonesia berusia 25 tahun keatas dengan obesitas yang memiliki nilai kolesterol total 190 mg/dl.
Sekitar 80 % kolesterol diproduksi di hati, selebihnya diperoleh dari makanan (diet). Diet kolesterol terutama berasal dari daging, ayam, dan ikan. Organ dalam seperti hati umumnya mengandung kolesterol dalam jumlah tinggi (Wedro et al., 2010). Kolesterol berperan dalam banyak proses metabolisme tubuh, sintesis hormon seperti estrogen, testosteron and adrenalin, produksi vitamin D, dan asam empedu yang membantu tubuh mencerna lemak dan mengabsorpsi vitamin larut lemak dalam saluran pencernaan (Lavelle P, 2006), Faktor penyebab hiperkolesterol diantaranya, faktor keturunan, konsumsi makanan tinggi lemak, kurang olahraga dan kebiasaan merokok (Setiati, 2009). Gemuk merupakan kriteria untuk mengukurkesuburan dan kemakmuran suatu kehidupan, sehingga pada saat itu banyak orang berusahamenjadi gemuk dan mempertahankanya sesuai dengan status sosialnya, dalam perkembanganselanjutnya justru sebaliknya kegemukan atau obesitas selalu berhubungan dengan kesakitandan peningkatan kematian (Hermawan, A Guntur, 2010).Di Indonesia, persoalan obesitas merupakan salah satu masalah kesehatan.Kecenderungan terjadinya obesitas berhubungan erat dengan pola makan. Berbagai faktorberperan dalam timbulnya obesitas, tetapi yang paling penting adalah ketidak seimbanganantara masukan makanan dan aktifitas fisik (Misnadiarly, 2007).
Obesitasmerupakan dampak ketidak seimbanganenergi asupan jauh melampaui keluaranenergi dalam jangka waktu tertentu. Faktoryang menunjang kelebihan ini yaitu terlalubanyak makan dan terlalu sedikit bergerak(Arisman 2010). World HealthOrganization (WHO) tahun 2006 menyatakanbahwa obesitas merupakan suatu kondisiyang berisiko terhadap munculnya penyakitdegeratif. Obesitas sentral dapat terjadi padalaki-laki atau perempuan. Keadaan obesitassentral dipengaruhi oleh tidak seimbangnyaasupan energi dan kurangnya aktivitas fisiksehingga akumulasi lemak lebih banyak terjadidi bagian perut karena sel lemak di bagianperut lebih besar (Pusparini, 2007). Namun pada obesitas dikatakan dapat terjadinya gangguan pada regulasi asam lemak yang akan meningkatkan kadar kolesterol (Sherwood, 2001). Peningkatan kolesterol darah juga dapat disebabkan oleh kenaikkan kolesterol yang terdapat pada very-low-density lipoprotein dan low–density lipoprotein sekunder karena peningkatantrigliserida yang besar dalam sirkulasi apabila terjadi penumpukan lemak berlebihan didalam tubuh (Ahmar, 2010). Penderita obesitas mengalami penumpukan lemak yang berlebihan di dalamtubuh, yang ditandai dengan peningkatan nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) di atasnormal.Kadar kolesterol yang tinggi dapat menyebabkanpembentukan arteriosklerosis, dan Peningkatan kadar kolesterol darah sebanyak 1,0 mmol/L dapat meningkat risiko penyakit jantung iskemik sebesar 14%. Keadaan dimana kadar kolesterol dalam darah lebih tinggi dari pada batas normal disebut hipertrigliseridemia (Widiharto, 2008). kadar kolesterol merupakan komponen dari dislipidemia aterogenik dan sering kali merupakan tanda awal dari kondisi lain yang berhubungan dengan peningkatan risiko kardiovaskuler, seperti sindroma metabolik dan diabetes melitus (DM) tipe II (Bersot et al., 2006).
Kegemukan ini memang menjadi masalah penting dan utama bagi tubuh kita karena efeknya akan membuat badan atau tubuh kita menjadi lambat bergerak, kolestrol, sesak nafas, serta membuat kita malas untuk bergerak.Penimbunan lemak dalam tubuh yang tanpa disertai adanya pergerakan untuk mengolah lemak menjadi karbohidrat membuat tubuh akan menimbun lemak terus-menerus sehingga terjadilah kegemukan atau obesitas (Bersot et al., 2006). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa tipe pangan yang kita masukkan ke dalam tubuh menentukan yang akan dibakar dan yang akan disimpan sebagai lemak tubuh. Oleh karena itu kita harus pandai memilih makanan yang akan kita konsumsi. Pangan berkadar kolesterol rendah akan membantu dalam penurunan berat badan karena pangan tersebut dapat mengenyangkan dalam waktu yang cukup lama dan dapat membantu membakar lemak tubuh lebih banyak. Berdasarkan fenomena diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang hubungan kejadian obesitas dengan tingkat kadar kolesterol dalam darah.
Obesitas adalah suatu keadaan yang melebihi dari berat badan relatif seseorang, sebagai akibat penumpukan zat gizi terutama karbohidrat, lemak dan protein yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara konsumsi kalori dan kebutuhan energi, yang dapat ditentukan dengan indeks masa tubuh, berat badan dan persentase lemak dalam tubuh (Romauli Simatupang, 2008). Sedangkan Overweight adalah tahap sebelum dikatakan obesitas secara klinis (Guyton, 2007). Seseorang yang dikatakan obesitas apabila terjadi pertambahan atau pembesaran sel lemak tubuh mereka (Myers, 2004).
Menurut Sherwood (2003), obesitas terjadi jika, selama periode waktu tertentu, kilokalori yang masuk melalui makanan lebih banyak daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak. Sedangkan menurut Fauci, et al., (2009), obesitas dapat disebabkan oleh peningkatan masukan energi, penurunan pengeluaran energi, atau kombinasi keduanya. Selain itu, akumulasi lemak tubuh berlebihan sangat dipengaruhi lingkungan, faktor genetik, faktor sosial, dan kondisi ekonomi. Faktor genetik dianggap menentukan kerentanan terhadap timbulnya obesitas, dan 30-50 % variasi penyimpanan lemak tubuh total. Penyebab sekunder obesitas dapat berupa kerusakan hipotalamus, hipotiroid, Cushing’s syndrome, dan hipogonadisme. Penggunaan obat-obatan juga dapat menimbulkan penambahan berat badan seperti penggunaan obat antidiabetes (insulin, sulfonylurea, thiazolidinepines), glukokortikoid, agen psikotropik, mood stabilizers (lithium), antidepresan (tricyclics, monoamine oxidase inibitors, paroxetine, mirtazapine) atau obat-obat anti epilepsi (volproate, gabapentin, carbamazepin).
Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Kolesterol adalah sterol yang paling dikenal oleh masyarakat. Kolesterol di dalam tubuh mempunyai fungsi ganda, yaitu di satu sisi diperlukan dan di sisi lain dapat membahayakan bergantung berapa banyak terdapat di dalam tubuh dan di bagian mana. Kolesterol juga merupakan unsur penting dalam membran sel dan lapisan luar lipoprotein (Botram dan Mayes, 2006). Sterol yang serupa ditemukan pada tumbuhan normalnya tidak diabsorpsi dari saluran cerna. Kebanyakan kolesterol terkandung di dalam kuning telur dan lemak hewani (Ganong, 2005). Krichevsky (2006) menyatakan bahwa kolesterol mewakili sekitar 0,2% dari total berat tubuh. Otak dan sistem saraf pusat, jaringan ikat, otot, dan kulit meliputi sekitar 75% kolesterol tubuh.
Kolesterol umumnya berasal dari menu makanan yang dikonsumsi. Semakin banyak konsumsi makanan berlemak, maka akan semakin besar peluangnya untuk menaikkan kadar kolesterol. Contoh makanan tersebut seperti gorengan, minyak kelapa atau kelapa sawit, alpukat, durian, daging berlemak, jeroan, kacang tanah, dan sejenisnya Kolesterol dalam kadar tertentu bermanfaat bagi tubuh. Namun, jika tidak dikontrol dan kadarnya berlebihan dalam tubuh, kolesterol dapat menyebabkan berbagai gangguan kesehatan seperti darah tinggi, penyakit jantung, stroke, batu empedu, dan gagal ginjal.
Kolesterol termasuk zat gizi yang sukar di serap oleh tubuh, masuk ke dalam organ tubuh melalui sistem limfatik. Kolesterol dalam plasma darah terutama di jumpai berikatan dengan asam lemak dan ikut bersikulasi dari bentuk ester kolesterol (Hertog N, 2002). Kolesterol tidak dapat diedarkan langsung oleh darah karena tidak larut dalam air. Untuk mengedarkannya, diperlukan molekul “pengangkut” yang disebut lipoprotein. Ada dua jenis lipoprotein, yaitu high density lippoprotein (HDL) dan low density lippoprotein(LDL).
1. Kolesterol LDL (low-density lipoprotein)
LDL adalah pembawa kolesterol utama dalam plasma. Lipoprotein ini mentransport kolesterol ke sel – sel perifer untuk sintesis membrane dan produksi hormone, dan ke hati untuk produksi asam empedu (Rubenstein, 2007). Kolesterol LDL menahan kolesterol dan apoprotein B-100 yang umumnya berasal dari dalam VLDL sehingga LDL ini kaya akan kolesterol dan apoprotein B-100. LDL dihilangkan dari sirkulasi dengan cara berikatan dengan reseptor B-100/E membrane plasma(Reseptor LDL) di hepar dan jaringan ekstrahepatik. Umumnya kolesterol dan apoprotein B-100 dikeluarkan melalui proses di hepar. Pembebasan kolesterol dalam LDL ke dalam jaringan akan menekan sintesis molekul kolesterol yang baru. Defisiensi aktivitas reseptor LDL menyebabkan terjadinya hiperkolesterolemia tipe IIa (hiperkolesterolemia familial). Hal ini merupakan kelainan genetik yang serius yang paling umum terdapat pada manusia (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2009). Disebut kolesterol jahat karena menempel pada dinding pembuluh darah. Kolesterol LDL mengankut kolesterol paling banyak di dalam darah. Tingginya kadar LDL menyebabkan pengendapan kolesterol dalam arteri (Soeharto, 2004)
2. Kolesterol HDL (high-density lipoprotein)
HDL adalah pembawa kolesterol dari jaringan perifer ke hati untuk diekskresi (Rubenstein, 2007). Kadar HDL yang sangat tinggi (sampai 95%) berkorelasi positif dengan lamanya masa hidup. Tingkat kadar kolesterol HDL plasma di anggap rendah bila kadarnya dibawah 35 mg/dl. (Staf Pengajar Departemen Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, 2009).Dianggap kolesterol baik karena mencegah pelekatan pada dinding pembuluh darah. Dan membuang kelebihan kolesterol jahat di pembulu darah arteri kembali ke hati, untuk di proses dan di buang.HDL ini mempunyaikandungan lemak lebih sedikit dan mempunyai kepadatan tinggi sehinggalebih berat (Parker, 2010).