Perilaku merokok adalah sesuatu aktivitas yang dilakukan individu berupa membakar dan menghisapnya serta dapat menimbulkan asap yang dapat terhisap oleh orang - orang disekitarnya, menurut Levy (dalam Nasution, 2007). Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti bahwa sebagian besar remaja siswa SMA XY sudah mulai merokok. Di lingkungan sekolah misalnya terjadi pada pagi hari sebelum masuk sekolah, waktu istirahat, dan pulang sekolah. Mereka sering merokok di tempat penitipan sepeda motor, warung makan, rental play station dan rumah siswa yang dekat dengan sekolahan. Mereka merokok dengan bergerombol dan sambil ngobrol serta bisa menghabiskan rokok sekitar 1 - 5 batang dalam waktu yang singkat.
Perilaku merokok mereka ada yang sembunyi-sembunyi supaya tidak ketahuan oleh pihak sekolah tetapi ada juga yang secara terbuka memperlihatkan perilaku merokoknya. Bahkan ironisnya lagi ada yang berani merokok di kantin sekolah maupun di kamar mandi sekolah yang jelas – jelas merupakan area terlarang karena berada di lingkungan sekolah, bahkan pihak sekolah pun sudah memberikan sanksi bagi siswa yang kedapatan merokok diarea sekolah, tapi sanksi tersebut tidak membuat siswa menjadi jera atau takut. Berdasarkan pengamatan dan wawancara peneliti pada tanggal 9 bulan september dengan jumlah populasi kelas XII sebanyak 13 siswa dengan presentase 8% mengetahui tentang bahaya merokok dan 92% tidak mengetahui tentang bahaya rokok, sehingga mereka tidak mau berhenti merokok.
Kondisi di atas didukung dengan pihak sekolah yang belum pernah memberikan edukasi tentang bahaya rokoksehingga siswa yang merokok tidak mau berhenti. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap perilaku merokok remaja, bukan tidak mungkin dengan pengetahuan yang kurang terhadap bahaya rokok mereka akan menjadi perokok berat di usia dewasa. Pada awalnya mereka hanya coba – coba untuk merokok kemudian mereka menjadi ketagihan. Kandungan rokok membuat seseorang ketagihan dan tidak mudah untuk berhenti merokok karena dua alasan, yaitu faktor ketergantungan atau adiksi pada nikotin dan faktor psikologis yang merasakan adanya kehilangan suatu kegiatan tertentu jika berhenti merokok (Aula, 2010). Meskipun semua orang mengetahui tentang bahaya yang ditimbulkan akibat rokok, tetapi hal ini tidak pernah surut dan hampir setiap saat dapat ditemui banyak orang yang sedang merokok bahkan perilaku merokok sudah sangat wajar dipandang oleh para remaja, khususnya remaja laki-laki (Susilo, 2009).
Masalah rokok saat ini telah menjadi permasalahan global karena dampaknya yang sangat kompleks dan merugikan, terutama dampaknya terhadap kesehatan. Berdasarkan laporan dari Badan Kesehatan Dunia (WHO), pada tahun 2006 – 2008, diperkirakan sebanyak 5,4 juta orang di dunia meninggal akibat rokok. Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2010 prevalensi merokok di Indonesia sebesar (34,7%) . Pada waktu pengambilan data awal di Sekolah SMA XY didapatkan kelas XII siswa laki – laki yang merokok sebanyak 12 (92%) siswa dan yang tidak merokok sebanyak 1 (8%) siswa dan untuk kelas XII angka kejadian merokok hanya 2 (13%) siswa laki – laki dari keseluruhan 15 (100%) siswa dan yang tidak merokok sebanyak 13 (87%). Kemudian untuk kelas XI belum terjadi kasus atau kejadian siswa merokok. Dari data diatas menunjukkan tingginya siswa laki – laki kelas XII yang berperilaku merokok.
Perilaku merokok yang dinilai merugikan telah bergeser menjadi perilaku yang menyenangkan dan menjadi aktifitas yang bersifat obsesif. Terkait hal itu, kita tentu telah mengetahui bahwa karakter seseorang banyak dibentuk oleh lingkungan sekitar, baik keluarga, tetangga, ataupun teman pergaulan (Aula, 2010). Di lingkungan SMA XY, siswa cenderung untuk berperilaku merokok di lingkungan sekitar sekolah. Mereka merokok disebabkan berbagai faktor ada yang bermula dari coba-coba, pengaruh dari teman yang merokok. Pada penelitian tentang rokok pernah dilakukan sebelumnya oleh Komalasari dan Helmi (2000) dalam jurnal yang diberi judul Faktor-faktor Penyebab Perilaku Merokok Pada Remaja.
Penelitian ini menghipotesiskan bahwa ada banyak sekali faktor yang dapat menyebabkan seorang remaja mulai merokok. Mulai dari kepuasan psikologis, sikap permisif dari orang tua terhadap perilaku merokok pada remaja. Penelitian ini mengacu pada teori Social Cognitive Learning dari Bandura. Teori ini menyatakan bahwa perilaku individu disebabkan pengaruh lingkungan, individu, dan kognitif. Beragam kalangan memandang perilaku merokok sebagian besar mengarah bahwa rokok memiliki dampak negatif. Dalam upaya menekan angka perilaku merokok pada siswa SMA XY, sebagai edukator bagi siswa maka perawat memberikan pendidikan kesehatan tentang bahaya rokok terhadap pengetahuan dan sikap berhenti merokok sehingga remaja tahu dan mengerti terhadap perilaku merokok memberikan dampak buruk, terutama pada aspek kesehatan.